Minggu, 21 Juni 2009

junal

PEDOMAN PENERAPAN USAHATANI NON KIMIA SINTETIK
PADA TANAMAN HORTIKULTURA


I . PENDAHULUAN
Usahatani komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan tanaman obat telah lama dikenal dan dibudidayakan oleh petani bersamaan dengan pengembangan tanaman pangan lainnya. Konstribusi hortikultura bagi manusia diantaranya adalah sebagai sumber pangan dan gizi, pendapatan keluarga, pendapatan negara, sedangkan bagi lingkungan adalah rasa estetikanya, konservasi genetik sekaligus sebagai penyangga kelestarian alam.
Dengan semakin meningkatnya permintaan akan komoditas hortikultura karena peningkatan jumlah penduduk dan perubahan pola konsumsi makanan, maka pengembangan komoditas hortikultura menjadi salah satu prioritas dalam rangka diversifikasi konsumsi dan peningkatan gizi. Oleh karena itu hortikultura merupakan komoditas yang sangat berpeluang dan prospektif untuk dikembangkan dengaan pendekatan agribisnis.
Program peningkatan produksi hortikultura yang dilaksanakan selama ini belum secara holistik atau atas dasar sumberdaya, tetapi masih secara persial atau atas dasar komoditas yang umumnya lebih menguntungkan produktivitas sumberdaya lahan, dengan masukan sarana produksi (pupuk dan pestisida) anorganik ke dalam agroekosistem pertanian yang cukup tinggi.

Sistem usahatani ini hanya berorientasi pada memaksimalkan produktivitas secara nyata, namun kurang disadari diikuti oleh kemunduran kualitas lingkungan dan pengurangan stabilitas produksi oleh timbulnya biotipe dan strain hama dan penyakit, terbentuknya senyawa beracun bagi tanaman, dan menurunnya kesuburan tanah, serta terjadinya kerusakan lingkungan oleh penggunaan pestisida yang berlebihan.

Untuk mengatasi masalah tersebut di atas, dan membangun program hortikultura ke depan yang ramah lingkungan guna menghasilkan produk aman konsumsi sesuai tuntutan pasar global, maka Penerapan Usahatani Non Sintetik (Pertanian Organik) pada tanaman hortikultura merupakan keharusan, melalui penguasaan teknologi cara budidaya yang baik, seperti pemilihan bibit berkualitas, pemupukan berimbang, penerapan PHT dan pengaturan pola tanam,
Usahatani organik adalah teknik pertanian berkelanjutan dengan masukan sarana produksi rendah atau LEISA (Low Eksternal Input Sustainable Agriculture), tidak menggunakan bahan kimia, tetapi memakai bahan-bahan organik (Pracaya, 2000) berdasarkan prinsip daur ulang yang dilaksanakan sesuai dengan kondisi setempat (Sutanto, 2002).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila sistem usahatani organik dilaksanakan dengan baik, maka dengan cepat akan memulihkan kesuburan tanah yang kritis akibat penggunaan bahan kimia pertanian yang berlebihan dari usahatani konvensional.

II. BUDIDAYA TANAMAN ORGANIK

2.1. Pengertian Tanaman Organik

Pertaniani organik merupakan teknik pertanian yang tidak menggunakan bahan kimia (non sintetik), tetapi memakai bahan-bahan organik (Pracaya, 2000) berdasarkan prinsip daur ulang yang dilaksanakan sesuai dengan kondisi setempat (Susanto, 2002) dengan sistem manajemen produksi holistik yang meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agro-ekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah.
Pada saat ini pandangan pengembangan pertanian organik sebagai salahsatu teknologi alternatif untuk menanggulangi persoalan lingkugan sangat diperlukan. Persoalan besar yang terjadi disebabkan karena pencemaran tanah, air dan udara, sehingga menyebabkan terjadinya degradasi dan kehilangan sumberdaya alam serta penurunan produktivitas tanah. Pertanian berbasis kimia yang mempunyai ketergantungan cuku besar pada pupuk dan pestisida telah mempengaruhi kualitas dan keamanan bahan yang dihasilkan, kesehatan dan kehidupan lainnya. Dengan memperhitungkan generasi mendatang, maka pertanian organik menghasilkan interaksi yang bersifat dinamis antara tanah, tanaman, hewan, manusia, ekosistem dan lingkungan. Dengan demikian pertanian organik merupakan suatu gerakan “kembali ke alam”.
Gambaran umum kelebihan dan kekurangan yang dimiliki pupuk kimia/sintetis dan pupuk organik/non sintetis yang digunakan untuk pemupukan dalam meningkatkan kesuburan dan produktivitas tanah dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Gambaran Umum Pupuk Kimia dan Organik

No.
Kimia/Sintentik
Organik/Non Sintetik

1
Bahan sintentik
Bahan alami

2
Mengandung hara tertentu
Selain N, P, K, dan 16 mikro

3
Tanah menjadi keras
Tekstur tanah lebih baik

4
Daya simpan air rendah
Daya simpan air tinggi

5
Pertumbuhan tanaman ter- lalu cepat, sehingga rentan serangan OPT
Pertumbuhan tanaman relatif lambat, lebih tahan serangan OPT

6
Bahan dasar mahal, sulit dibuat sehingga harganya mahal
Bahan dasar murah, mudah dibuat sehingga harganya murah

7
Unsur hara yang larut, mudah tercuci hujan.
Unsur hara tidak mudah tercuci.

8
Dibuat oleh pabrik, cenderung kurang aman bagi kesehatan dan lingkungan
Dapat dibuat sendiri dan aman bagi kesehatan dan lingkungan


2.1. Prinsip Ekologi Pertanian Organik

Memperhatikan pengalaman studi agroekologi pertanian tradisional diwilayah tropica basah, maka prinsip ekologi dapat digunakan sebagai panduan dalam mengembangkan pertanian organik. Penerapan suatu teknologi tidaka dapat digeneralisir begitu saja untuk semua tempat, tetapi harus bersifat spesifik lokal (site spesific) dengan mempertimbangkan kearifan tradisional (indigenous knowled) dari masing-masing lokasi.

Prinsip ekologi dalam penerapan pertanian organik dapat dipilahkan sebagai berikut :

Memperbaiki kondisi tanah sehingga menguntungkan pertumbuhan tanaman, terutama pengolahan bahan organik dan meningkatkan kehidupan biologi tanah.

Optimalisasi ketersediaan dan keseimbangan daur hara, melalui fiksasi nitrogen, penyerapan hara, penambahan dan daur pupuk dari luar usaha tani,

Membatasi kehilangan hasil panen akibat aliran panas, udara dan air dengan cara mengelola iklim mikro, pengelolaan air dan pencegahan erosi.

Membatasi terjadinya kehilangan hasil panen akibat Serangan OPT dengan melaksanakan usaha prefentif melalui pengendalian yang aman.

Memanfaatkan sumber genetika (plasma nutfah) yang saling mendukung dan bersifat sinergisme dengan cara mengkombinasikan fungsi keragaman sistem pertanaman terpadu.

Prinsip di atas dapat diterapkan pada beberapa macam teknologi dan strategi pengembangan. Masing-masing prinsip tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap produktivitas, keamanan, kemalaran (continuity) dan indentitas masing-masing usahatani, tergantung pada kesempatan dan pembatas faktor lokal (kendala sumber daya) dalam banyak hal sangat tergantung pada permintaan pasar.

2.3. Cara Budidaya Tanaman Organik

sebagai berikut :
. Pelabelan dan pengakuan
Produk organik harus dilabel sesuai dengan aturan dalam Codex general Standar for

1. Benih
Pada dasarnya semua jenis dan varietas tanaman dapat ditanam pada kondisi lingkungan yang bervariasi, tetapi yang perlu dipertimbangkan adalah pemilihan benih yang berkualitas, karena sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Ciri-ciri benih yang baik adalah, berkecambah normal, berasal dari buah yang telah cukup tua, cukup kering, daya kecambah minimal 80 % dan bebas serta tahan hama/penyakit.

2. Pemupukan

Pemupukan tanaman organik berumber dari pupuk organik, dapat berasal dari kotoran hewan, bahan tanaman dan limbah, misalkan : pupuk kandang (ternak besar dan kecil), tanaman rerumputan, semak, perdu dan pohon, limbah pertanaman (jerami padi, batang, jagung, sekam padi dll), dan limbah agroindustri. Rincian sumber bahan organik yang umumnya dimanfaatkan sebagai pupuk seperti pada Tabel 2. Tanah yang di benahi dengan pupuk organik mempunyai struktur yang baik dan mempunyai kemampuan mengikat air lebih besar daripada tanah yang kandungan bahan organiknya rendah.
Pupuk organik merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dan alami daripada bahan pembenah buatan/sintesis. Pada umumnya pupuk organik mengandung hara makro N, P, K rendah, tetapi mengandung hara mikro dalam jumlah yang cukup yang sangat diperlukan pertumbuhan tanaman. Sebagai bahan pembenah tanah, pupuk organik mencegah terjadinya erosi, pergerakan permukaan tanah (crusting) dan retakan tanah, dan mempertahankan kelengasan tanah.

Tabel 2. Sumber Bahan Organik Yang Umum Dimanfaatkan Sebagai Pupuk organik

Pertanian


Limbah dan residu
Jerami dan sekam padi, gulma, daun, batang dan tungkul jagung, semua bagian vegetatif tanaman, batang pisang, sabut kelapa.


Limbah dan residu ternak
Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak, tepung tulang, cairan proses biogas.


Pupuk hijau
Gliricide, terano, mukoria, turi, lamtoro, cantrosema ,


Tanaman air
Azola, ganggang biru, rumput laut, enceng gondok, gulma air dll


Penambat nitrogen
Mikroorganisme, Mikro- riza, Rhizobium, Biogas.

Industri


Limbah padat


Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu, kelapa sawit, pengalengan makanan, pemotongan hewan.


Limbah cair
Alkohol,kertas (MSG), kelapa sawit (POME).

Limbah Rumah Tangga
Sampah
Tinja, kencing, dapur, sampah dan pemukiman.


Penempatan pupuk organik ke dalam tanah dapat dilakukan seperti pupuk kimia, misalkan untuk kompos, pupuk kandang, azolla, daun lamtoro, limbah agroindustri (bumbu masak, limbah pengolahan minyak sawit, dll). Karena itu pupuk organik dapat memasak sebagian hara yang dikandang pupuk kimia.

Secara garis besar, keuntungan yang diperoleh dengan memanfaatkan pupuk organik sebagai berikut :
• Mempengaruhi sifat fisik tanah
Warna tanah dari cerah akan berubah menjadi kelam. Hal ini berpengaruh baik pada sifat fisik tanah, karena bahan organik membuat tanah menjadi gembur dan lepas. Lepas sehingga aerasi dan agregat tanah menjadi lebih baik serta lebih mudah di tembus perakaran tanaman. Pada tanah yang bertekstur pasiran, bahan organik akan meningkatkan pengikatan antar-partikel dan meningkatkan kapasitas mengikat air.
• Mempengaruhi sifat kimia tanah
Kapasitas tukar kation (KTK) dan ketersediaan hara meningkat dengan penggunaan bahan organik. Asam yang di kandung humus akan membantu meningkatkan proses pelapukan bahan miniral.
• Mempengaruhi sifat biologi tanah
Bahan organik akan menambah enegi yang diperlukan kehidupan mikroorganisme tanah. Tanah yang kaya bahan organik akan mempercepat perbanyakan fungsi, bakteri, mikroflora dan mikro fauna tanah lainnya.
• Mempengaruhi kondisi sosial.
Daur ulang limbah perkotaan maupun pemukiman akan mengurangi dampak pencemaran dan meningkatkan penyediaan pupuk organik. Meningkatkan lapangan kerja melalui daur ulang yang menghasilkan pupuk organik sehingga akan meningkatkan pendapatan.
Mengingat penggunaan pupuk organik dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan unsur hara dari suatu pertanaman, maka untuk ketersediaan pupuk organik tersebut, pada Lampiran 1. tercantum cara menyiapkan pupuk organik dari sumber berbeda.

3. Pengendalian Hama Terpadu

Pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan cara pengelolaan pertanian dengan setiap keputusan dan tindakan yang diambil selalu bertujuan meminimalisasi serangan OPT, sekaligus mengurangi bahaya yangditimbulkannya terhadap manusia, tanaman, dan lingkungan. Sistem PHT memanfaatkan semua teknik dan metode yang cocok (termasuk biologi, genetis, mekanis, fisik, dan kimia) dengan cara seharmoni mungkin, guna mempertahankan populasi hama berada dalam suatu tingkat di bawah tingkat yang merugikan secara ekonomis. Dengan demikian, biaya perlindungan tanaman dapat di kurangi, terlebih lagi apabila pengendalian OPT menggunakan pestisida hayati, sehingga dampak negatif terhadap produk hortikultura dari residu pestisida dan pencemaran lingkungan hampir tidak ada. Implementasi PHT di Indonesia secara nasional di mulai sejak di keluarkannya Inpres No. 6 tahun 1986, kemudian di ikuti dengan Undang-undang No. 12 tahun 1992.

Beberapa langkah atau taktik untuk tindakan perlindungan tanaman dari serangan OPT dengan sistem PHT, sehingga pengembangan agribisnis dengan usahatani non sintetik bisa di laksanakan, antara lain sebagai berikut :
a. Budidaya tanaman ;
- pengolahan tanah yang baik,
- penggunaan pupuk kandang,
- melakukan pemulsaan,
- mengatur pengairan,
- mengatur jarak tanam,
- menanamsecara tumpang sari (bertanam ganda),
- melakukan rotasi tanaman,
- menanam tanaman perangkap/penarik,
- menanam tanaman naungan,
- menggunakan benih yang sehat dan bersih dari kontaminasi OPT.

b. Fisik/mekanis ;
- menghasilkan sumber infeksi (dicabut/dipetik),
- menggunakan peralatan yang bersih,
- memasang perangkap mekanis,
- pembakaran sumber infeksi,
- menggunakan alat penimbul suara-suara (menolak hama).

c. Biologis
- introduksi atau pelestarian musuh alami,
- penggunaan/eksploitasi benih tahan hama dan penyakit,

d. Kimiawi ;
- penggunaan pestisida dari tumbuhan/nabati,
- penggunaan pestisida kimia sintesa/buatan,

e. Pasca panen ;
melakukan penyimpanan/penanganan pasca panen yang tepat
Contoh-contoh penerapan PHT pada tanaman hortikultura khususnya pada tanaman sayuran dapat dijelaskan berikut ini.

1. Pengelolaan ekosistem dengan cara budidaya
Pengelolaan ekosistem yang baik akan membuat pertanaman hortikultura memiliki “ketahanan lingkungan”. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan tanaman tidak sesuai dengan siklus perkembangan OPT, iklim mikro atau kurang sesuai secara nutrisi, dan populasi musuh alami meningkat serta lebih beragam.
• Tumpangsari tomat – kubis dapat menolak ngengat betina Plutella xylostella (L.) meletakkan telur pada tanaman kubis.
• Penggunaan mulsa plastik hitam – perak pada pertanaman cabai dapat mengurangi serangan hama Trips parvispinus Karny dan kutu daun persik (Myzus persicae Sulzer).
• Menjaga kebersihan kebun (sanitasi) dapat mengurangi serangan penyakit tular tanah dengan pencabutan :
- Bonggol (tunggul) tanaman kubis : penyakit akar bengkak (Plasmodiphora brassicae Wor.).
- Tanaman Solanaceae (tomat, kentang, cabai) :
penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) atau layu fusarium (Fusarium sp.).
• Penanaman “Rape” (Brassica campestris ssp. oleifera) sebagai tanaman pinggiran yang dapat berfungsi sebagai perangkap hama P. xylostella, sehingga populasi parasitoid Diadegma semiclausum (Hellen) meningkat.

2. Penanaman varietas tahan
• Kentang varietas Hirta dan Klon Atzimba x R. 126 toleran terhadap busuk daun (Phytophthora infestans).
• Kentang klon : CIP.86 – 136, CIP 87.282, CIP 387.169.14, K. 419.8.GT, dan K. 432.5 GT tahan terhadap lalat pengorok daun (Liriomyza huidobrensis) (Setiawati dkk. 1988).
• Kentang Klon No. 17 (varietas Merbabu) dan Klon No. 08 tahan terhadap hama pengorok daun dan penyakit busuk daun (Balitsa 1999).
Beberapa varietas / klone sayuran tahan terhadap hama dan penyakit seperti tercantum pada Lampiran 2.

3. Pengendalian hayati
Beberapa cara pengendalian hayati yang dapat dilakukan yaitu ;
• Pemanfaatan musuh alami setempat dengan cara menciptakan lingkungan yang mendukung semakin berfungsinya musuh-musuh alami (parasitoid, predator, dan patogen penyakit) secara maksimal.
• Pemasukan, peningkatan populasi musuh alami secara buatan dan perbanyakan musuh-musuh alami hama.
• Perbanyakan dan penyebaran patogen penyakit hama seperti virus, cendawan dan bakteri.
Contoh :
- D. semiclausum dan Cotesia plutella Kurdj.
Merupakan parasitoid penting hama P. xylostella pada tanaman kubis dan Brassica lainnya.
- Patogen penyakit penting pada larva Spodoptera exigua adalah Se-NPV, pada S. litura (F.) adalah SI-NPV, pada larva Helicoverpa armigera Hbn. adalah Ha-NPV, dan pada larva P. operculella adalah PoGV.
- Kumbang Cocconella spp. adalah predator beberapa jenis kutu daun.
- Patogen penyakit tular tanah layu Fusarium spp pada tanaman sayuarn, pisang dan tanaman buah lainnya adalah cendawan antagonis Trichoderma spp dan Gliocladium sp.
Cara perbanyakan dan penggunaan cendawan Trichodemma spp, Gliocladium sp dan virus Se-NPV seperti pada Lampiran 3, dan 4.

4. Pengendalian secara mekanik
Beberapa cara pengendalian mekanik yang dapat diterapkan yaitu :
• Pengumpulan telur, larva, dan pupa dengan tangan.
- Pengumpulan telur ulat krop kubis (Crocidolomia binotalis Zell.)
- Pengumpulan telur dan larva S. exigua dan S. litura.
• Pengurungan atau penggunaan kasa nylon plastik.
- Pemasangan kelambu mencegah masuk lalat pengorok daun
L. chinensis dan S. exigua pada bawang merah
- Pemasangan kasa plastik pada rumah kaca mencegah masuk hama trips spp, kutu kebul Bemicia tabaci, L. huidobrensis.
• Penggunaan perangkap hama dewasa.
- Perangkap likat warna biru, putih atau untuk mengendalikan hama Trips spp. dan lalat pengorok daun kentang (L. huidobrensis).
- Perangkap tangga pohon, yaitu mengolesi pohon bagian bawah dengan ter dan bagian atas dengan perekat, sehingga larva hama tidak bisa merayap ke atas pohon.
Teknik operasional pemasangan perangkap likat seperti tercantum pada Lampiran 5.
- Perangkap Feromonoid Seks untuk hama penggerek umbi kentang (Pthorimaeae operculella Zell.) serta S. exigua dan S. litura.

5. Penggunaan pestisida nabati
Ada dua macam selektivitas pestisida nabati, yaitu :
• Selektivitas fisiologis, contohnya : formulasi insektisida Bacillus thuringiensis,
• Selektivitas ekologis, artinya penggunaan pestisida pada saat yang tepat, yaitu bila populasi hama berada pada stadia muda. Dapat juga didasarkan pada cara kerja insektisida nabati tersebut.
- Bacillus thuringiensis, mengendalikan P. xylostella dan C. binotalis pada kubis
- Ramuan Nimba (Azadirachta indica) Lengkuas (Zingiber aromaticum), dan Serai (Andropogon nardus), mengendali-kan belalang, Kutu daun, Trips dan Aphid.
- Daun Sirsak, mengendaliak Trips pada cabe.
- Daun/sulingan minyak Selasih (Ocimum sanctum)mengen-dalikan lalat buah.
- Sulingan minyak lengkuas, mengendalikan lalat buah dan penyakit Antraknose pada cabe.
- Daun Pamor-pamor/Ki tolod (Laurentia longiflora), me- gendalikan Aphid, dan Kutu daun
Contoh-contoh membuat ramuan pestisida nabati dan penggunaannya tercantum pada Lampiran 6.

6. Pemantauan populasi hama (OPT)
Pemantauan atau pengamatan OPT secara rutin (mingguan) perlu dilakukan untuk mengetahui posisi populasi hama terhadap Ambang Pengendalian (Ambang Ekonomi) hama. Bila populasi hama mencapai/melampaui Ambang Pengendaliannya, perlu dilakukan aplikasi pestisida nabati. Contoh Ambang Pengendalian (AP) dengan pestisida kimia (bahan patokan untuk kimia nabati) adalah:
• AP hama P. xylostella adalah 5 larva instar III / IV per 10 tanaman kubis (0,5 larva / tanaman).
• AP C. binotalis adalah 3 paket telur per 10 tanaman kubis (0,3 paket telur / tanaman).
• AP P. operculella adalah 20 larva per 10 tanaman kentang (0,2 larva / tanaman).
AP hama S. exigua adalah 1 paket telur per 10 tanaman (rumpun) bawang merah.

4. Pola Tanam
Penanaman secara organik dapat dilakukan dengan sistem monokultur atau polikultur. Dari kedua sistem tersebut, polikultur paling banyak digunakan karena memiliki banyak kelebihan.

1. Monokultur
Monokultur adalah menanam satu jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama. Kelebihan sistem ini yaitu teknis budidayanya relatif mudah karena tanaman yang ditanam maupun yang dipelihara hanya satu jenis. Di sisi lain, kelemahan sistem ini adalah tanaman relatif mudah terserang hama maupun penyakit.

2. Polikultur
Polikultur adalah menanam lebih dari satu jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama. Dengan pemilihan tanaman yang tepat, sistem ini dapat memberikan beberapa keuntungan, antara lain sebagai berikut :

Mengurangi serangan OPT, karena tanaman yang satu dapat mengurangi serangan OPT lainnya. Misalnya bawang daun dapat mengusir hama aphids dan ulat pada tanaman kubis karena mengeluarkan bau allicin,

Menambah kesuburan tanah. Dengan menanam kacang-kacangan- kandungan unsur N dalam tanah bertambah karena adanya bakteri Rhizobium yang terdapat dalam bintil akar. Dengan menanam yang mempunyai perakaran berbeda, misalnya tanaman berakar dangkal ditanam berdampingan dengan tanaman berakardalam, tanah disekitarnya akan lebih gembur.

Siklus hidup hama atau penyakit dapat terputus, karena sistem ini dibarengi dengan rotasi tanaman dapat memutus siklus OPT,

Memperoleh hasil panen yang beragam. Penanaman lebih dari satu jenis tanaman akan menghasilkan panen yang beragam. Ini menguntungkan karena bila harga salah satu komoditas rendah, dapat ditutup oleh harga komoditas lainnya.
Apabila pemilihan jenis tanaman tidak sesuai, sistem polikultur dapat memberi dampak negatif, misalnya :
• Terjadi persaingan unsur hara antar tanaman,
• OPT banyak sehingga sulit dalam pengendaliannya.

Macam polikultur
Dalam sistem polikultur, dikenal beberapa istilah yang pengertiannya hampir sama, yaitu menanam lebih dari satu jenis tanaman pada lahan yang sama, antara lain :

Tumpang gilir (multiple cropping) : menanam lebih dari satu jenis tanaman pada lahan yang sama, selama satu tahun untuk memperoleh lebih dari satu hasil panenan,

Tanaman pendamping (companion planting) : dalam satu bedeng ditanam lebih dari satu tanaman sebagai pendamping jenis tanaman lainnya. Tujuannya untuk saling melengkapi dalam kebutuhan fisik dan unsur hara, karena itu pemilihan tanaman perludiperhatikan, misalnya tanaman yang perakarannya dalam dapat mengurangi kepadatan tanah dan menambah kesuburan tanah dengan tambahnya bahan organik sehingga berguna bagi tanaman pendamping yang perakarannya dangkal. Tanaman kenikir sering dijadikan tanaman pendamping karena mempunyai akar yang mengeluarkan senyawa tiophen yang dapat mematikan nemattoda.

Tanaman campuran (mixed croping) : menanam lebih dari satu jenis tanaman pada suatu lahan dan dalam waktu yang sama. Misalnya menanam tomat dan kubis dalam satu bedeng dapat mengurangi ngengat tritip (Plutella maacultipenis) yang merusak kubis. menolak ngengat betina Plutella xylostella (L.) meletakkan telur pada tanaman kubis.

Tumpang sari (intercropping dan interplanting) : menanam lebih dari satu jenis tanaman pada suatu lahan dan dalam waktu yang sama dengan barisan-barisan teratur,

Penanamanlorong (alley cropping) : menanam tanaman yang berumur pendek, misalnya wortel, slada, terung, diantara larikan tanaman yang dapat tumbuh cepat dan tinggi serta berumur tahunan, misalanya turi, gamal, kaliandra, lamtoro, dan daun kupu-kupu. Keuntungan penanaman seperti ini akan meninggalkan nitrogen tanah, mengurangi gulma, mencegah erosi, meningkatkan penyerapan air tanah, dan meningkatkan kelembapan tanah.

Pergiliran tanaman (rotasi tanaman) : menanam jenis tanaman yang tidak sefamili secara bergiliran (bergilir). Tujuan cara ini untuk memutus siklus hidup OPT. Contohnya, kubis famili Cruciferae – selada famili Composidae – bawang merah famili Aliaceae – wortel famili Umbelliferae – terung famili Solanaceae – kedele famili Leguminaceae – jagung famili Graminae – kangkung famili Convolvulaceae – mentimun famili Cucurbitaceae – okra famili Malmavaceae.

Jenis tanaman untuk polikultur

Dalam sistem polikultur, pemilihan jenis tanaman menjadi sangat penting karena tanaman yang tidak sesuai dapat menyebabkan kerugian, misalnya tanaman akan berebut unsur hara, adanya tanaman lain akan mendatangkan hama dan penyakit baru, maupun pertumbuhan tanaman saling terhambat.
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam memilih jenis tanaman antara lain sebagai berikut.

1) Sosok tanaman dan kebutuhan sinar matahari

Tanaman akan hidup baik bila mendapat sinar matahari. Namaun banyaknya sinar matahari untuk tiap tanaman berbeda. Umumnya, tanaman yang menghasilkan bunga atau buah membutuhkan sinar matahari penuh (tidak ternaungi), sedangkan tanaman yang menghasilkan daun masih dapat tumbuh dengan cahaya yang sedikit. Misalnya buncis merambat dan kapri membutuhkan sinar yang banyak, sedangkan selada dan seledri masih hidup di bawah naungan. Dengan demikian, selada atau seledri dapat ditanam di antara tanaman buncis, merambat atau kapri.

2) Kebutuhan unsur hara

Berdasarkan kebutuhan unsur hara, tanaman dapat dikelompokkan menjadi tiga sebagai berikut.
a) Tanaman yang memerlukan unsur hara nitrogen lebih banyak, disebut heavy feeders. Misalnya kubis, selada, bayam, jagung, dan labu.
b) Tanaman yang memerlukan unsur hara nitrogen lebih sedikit daripada kalium, disebut light feeders. Yang termasuk kelompok ini umumnya tanaman penghasil umbi seperti bawang merah, lobak, ubi kayu, wortel, dan ubi jalar.
c) Tanaman penghasil nitrogen atau tanaman yang dapat mengikat nitrogen dari udara dengan bantuan bakteri Rhizobium, disebut soil builders. Tanaman yang termasuk kelompok ini yaitu tanaman dalam keluarga Leguminosae, misalnya kacang tanah, kedelai, buncis, kacang hijau, dan kara.
Dengan menggabungkan ketiga kelompok tanaman tersebut, dapat diperoleh hasil yang tinggi karena antar-tanaman tidak terjadi perebutan unsur hara.
3) Sistem perakaran

Sistem perakaran setiap tanaman berbeda, ada yang dalam, dangkal, melebar, rimbun, dan sebagainya.Sistem perakaran ini penting untuk menentukan jarak tanam dan memilih jenis tanaman. Tanaman yang dipilih sebaiknya yang mempunyai perakaran yang berbeda bila akan ditanam berdekatan. Misalnya wortel dan bawang merah, buncis dan selada, kedelai dan daun bawang, cabai dan daun bawang.

III. PROSPEK DAN TANTANGAN PERTANIAN ORGANIK

3.1. Prospek Usahatani Organik

Usahatani hortikultura merupakan usaha komersial yang cukup menjanjikan untuk perbaikan kondisi ekonomi petani, baik sebagai sumber penghasilan pokok maupun penghasilan tambahan. Dengan demikian, pengembangan usahatani hortikultura merupakan salah satu upaya yang cukup efektif untuk menghasilkan berbagai jenis komoditas yang memiliki nilai ekonomi dan daya saing cukup tinggi dan meningkatkan penghasilan petani.
Pengembangan usahatani organik diharapkan dapat menghasilkan produk hortikultura yang mampu bersaing dipasaran, karena usaha tani ini selain masukan sarana produksi rendah, juga kualitas hasil panen umumnya minimal dari residu cemaran bahan kimia, sehingga hasil produknya digemari oleh konsumen era pasar global yang menuntut kualitas produk aman untuk dikonsumsi. Oleh karena itu pengembangan usahatani Organik ke depan mempunyai prospek bagus dengan alasan sebagai berikut :

Meningkatnya kesadaran konsumen akan pentingnya kaitan kesehatan dan kebugaran dengan konsumsi makanan, telah meningkatkan tuntutan konsumen akan kandungan nutrisi dari produk-produk yang sehat (healty), dan menunjang kebugaran (fitness),

Perubahan gaya hidup (life style) masyarakat telah berubah pola dan gaya konsumsi produk-produk agribisnis yang bukan sekadar berdimensi fisiologis akan tetapi telah meluas pada dimensi psikologis dan kenikmatan (amenities). Perubahan ini menyebabkan meningkatnya tuntutan keragaman produk dan keragaman kepuasan.

Meningkatnya kesadaran masyarakat internasional akan kaitan antara kelestarian lingkungan hidup dengan kesejahteraan manusia di planet bumi, telah mendorong masuknya aspek kelestarian lingkungan dalam pengembilan keputusan ekonomi. Suatu produk agribisnis yang dalam proses produksinya dan atau konsumsinya menimbulkan kemorosotan mutu lingkungan hidup (air, tanah, udara) akan dinilai sebagai produk yang superior,
Meningkatnya kesadaran masyarakat internasional akan hak-hak asasi manusia (HAM) sebagai salah satu nilai bersama (global value) yang turut dipertimbangkan dalam keputusan ekonomi. Produk-produk agribisnis yang secara langsung atau tidak langsung melanggar HAM dalam proses produksinya akan mengalami pemboikotan (embargo) di pasar

3.2. Tantangan Usahatani Organik

Liberalisasi perdagangan dunia yang sedang dan akan berlangsung merupakan tantangan yang dihadapi pembangunan agribisnis ke depan. Komitmen-komitmen dalam WTO/GATT untuk menurunkan bentuk-bentuk proteksi baik tariff maupun non-tarif perdagangan hasil-hasil agribisnis mengandung kesempatan sekaligus tantangan. Bagi negara yang mampu meningkatkan dayasaingnya, berkesempatan untuk memperbesar pangsa pasarnya baik di pasar internasional maupun di pasar domestik. Sebaliknya Negara-negara yang tidak mampu meningkatkan dayasaingnya akan terdesak oleh para pesaingnya. Oleh karena itu, untuk menghadapi leberalisasi perdagangan tersebut bagi Indonesia tidak ada pilihan kecuali mempercepat peningkatan dayasaing.
Usahatani organik walaupun memiliki prospek bagus untuk dikembangkan, namun konsep pengembangan usahatani ini tidak mungkin begitu saja dilaksanakan tanpa dukungan petani, ilmuan, pemerintah, bahkan politikus. Karena bagaimanapun arah kebijakan pembangunan pertanian sangat tergantung pada minat pemerintah untuk mendukung suatu sistem pembangunan pertanian. Oleh karena itu kendala-kendala yang akan ditemukan dalam usahatani organik dapat dijelaskan antara lain :

Untuk dapat mengembangkan usahatani organik masih perlu waktu panjang, apalagi untuk mengubah sikap dan persepsi masyarakat terhadap usahatani organik dianggap sebagai sistem usahatani tradisional dan tidak efisien.

Bahan sarana produksinya berupa keruahan (bulkiness), takarannya banyak, dan untuk memperoleh jumlah yang cukup akan menghadapi persaingan dengan kepentingan lain, misalnya limbah panen digunakan untuk pakan ternak, dsb.

Penerapan usahatani organik hanya akan berhasil baik di wilayah atau tempat yang secara alami cukup bahan organiknya

Sebagian besar produsen pupuk organik masih dalam skala rumah tangga, sehingga selain sulit memenuhi permintaan dalam jumlah besar, juga standarisasi kualitasnya belum ada.

Pestisida nabati/hayati masih berada pada taraf awal pengembangan, dan keberhasilannya masih terbatas serta jumlah produknya belum dapat memenuhi kebutuhan.

Sulitnya registrasi pestisida nabati karena umumnya memiliki bahan aktif yang komplek

IV. STANDARDISASI PANGAN ORGANIK

4.1. Standardisasi
Standar Nasional Indonesia (SNI) menyusun standar pangan organik dengan maksud untuk menyediakan sebuah ketentuan tentang persyaratan produksi, pelabelan dan pengakuan (claim) terhadap produk organik yang dapat disetujui bersama. Rancangan standar pangan organik ini disiapkan dan disusun oleh Panitia teknis pertanian organik yang terdiri dari unsur Pemerintah, Perguruan tinggi, Pelaku usaha, dan pihak terkait dengan pertanian organik. Sistem pangan organik adalah adopsi dengan modifikasi dari Standar CODEX (CAC GL/32-2001, Guidelines for the production, proscessing, labelling and marketing of organically production foods) menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI).
Komite nasional yang bertanggung jawab untuk standar ini adalah Panitia Teknik Perumusan Sistem dari Pusat Standardisasi dan Akradisasi (PSA) Departemen Pertanian Standar ini berisi persyaratan yang relevan dengan proses produksi pertanian organik di Indonesia:
Tujuan standardisasi produk organik adalah :
1) untuk melindungi konsumen dan manipulasi atau penipuan produk organik di pasar,
2) untuk melindungi produsen pangan organik dan produk pertanian lain yang diaku sebagai produk organik,
3) untuk memberikan jaminan bahwa seluruh tahapan produksi , penyiapan, penyimpanan, pengangkutan dan pemasaran dapat diperiksa dan sesuai dengan standar ini,
4) untuk harmonisasi dalam pengaturan sistem produksi, sertifikasi, indentifikasi dan pelabelan produk pangan organik,
5) untuk menyediakan standar pangan organik yang diakui secara nasional dan juga untuk tujuan ekspor, dan,
6) untuk memelihara serta mngembangkan sistem pertanian organik di Indonesia sehingga menyumbang terhadap pelestarian ekologi lokal dan global.

Standar ini menetapkan prinsip-prinsip produksi organik di lahan pertanian, penyiapan, penyimpanan, pengangkutan, pelabelan dan pemasaran, serta menyediakan ketetapan tentang bahan-bahan masukan yang diperbolehkan untuk penyuburan dan pemeliharaan tanah, pengendalian OPT, serta bahan aditif dan bahan pembantu pengolahan pangan.

4.2. Prinsip- Prinsip Pangan Organik
1) Tanaman dan Produk Tanaman

Penerapan prinsip produksi organik dapat dilakukan pada lahan yang sedang dalam periode konversi paling sedikit 2 (dua) tahun sebelum penebaran benih, atau kalau tanaman tahunan selain padang rumput, minimal 3 (tiga) tahun sebelum panen hasil pertamanya dari segala produk atau komoditas, segar atau olahan, yang dipasarkan untuk konsumsi manusia (tidak termasuk air, garam dan bahan-bahan aditif) atau pakan hewan
Berapapun lamanya masa konversi produksi pangan organik hanya dimulai pada saat produksi telah mendapat sistem pengawasan dari otoritas kompeten yang ditunjuk untuk menginspeksi operator di Indonesia yang memproduksi, melakukan penyiapan, atau mengimpor segala produk atau komoditas, segar atau olahan, yang dipasarkan untuk konsumsi manusia (tidak termasuk air, garam dan bahan-bahan aditif) atau pakan hewan.
Jika seluruh lahan tidak dapat dikonversi secara bersamaan, maka boleh dikerjakan secara bertahap sesuai dengan standar yang berlaku, dari mulai saat konversi pada bagian lahan mana saja yang dikehendaki. Konversi dari pertanian konvensional ke pertanian organik harus efektif menggunakan teknik yang diizinkan sebagaimana ditetapkan dalam standar. Jika seluruh lahan tidak dapat dikonversikan secara bersamaan, hamparan tersebut harus dibagi dalam berapa unit dengan ketentuan :
1. Kegiatan produksi harus berada dalam satu unit dimana lahan, areal produksi, bangunan dan fasilitas penyimpanan untuk produk tanaman dan ternak secara jelas terpisah dari unit yang lain yang tidak memproduksi pangan organik; gudang tempat penyiapan atau pengemasan bisa merupakan bagian dari unit lain asalkan aktivitasnya hanya terbatas untuk pengemasan produk pertaniannya sendiri.
2. Produk organik yang tidak dikemas hingga ke konsumen akhir harus diangkut dengan cara sedemikian rupa untuk melindungi produk tersebut dari kontaminasi atau penggantian dengan produk-produk yang tidak sesuai dengan standar ini , dan karena itu perlu diberi informasi berikut :
a) nama dan alamat orang yang bertanggung jawab terhadap produksi atau penyiapan produk tersebut,
b) nama produk
c) pernyataan bahwa produk tersebut adalah organik.
Areal yang dalam proses konversi, dan areal yang telah dikonversi untuk produksi pangan organik tidak boleh diubah (kembali seperti semula atau sebaliknya) antara metode produksi pangan organik dan konvensional.
Kesuburan dan aktivitas biologis tanah harus dipelihara atau atau ditingkatkan dengan cara, antara lain :
a) Penanaman kacang-kacangan (legumminoceae), pupuk hijau atau tanaman berperakaran dalam melalui program rotasi tahunan yang sesuai
b) Mencampur bahan organik ke dalam tanah baik dalam bentuk kompos maupun tidak, dari unit produksi yang sesuai dengan standar ini. Produk samping peternakan, seperti kotoran hewan, boleh digunakan apabila berasal dari peternakan yang dilakukan sesuai dengan persyaratan dalam standar ini.
Bahan-bahan sebagaimana tercantum pada Lampiran.7 dapat digunakan hanya sepanjang upaya mencukupi nutrisi tanaman tidak mungkin dilakukan dengan menggunakan cara sebagaimana disebutkan pada butir a dan b di atas, atau dalam hal pupuk kandang/kotoran hewan, tidak tersedia dari peternakan secara organik. Sedangkan bahan yang diizinkan untuk pengendalian OPT tercantum paad Lampiran 8..

2) Penanganan, penyimpanan dan pengemasan
Integritas produk pangan organik harus tetap dijaga selama fase pengolahan. Hal ini dapat dlakukan dengan menggunacara-cara yang tepat dan hati-hati dengan meminimalkan pemurnian serta penggunaan aditif dan alat bantu pengolahan. Radiasi ion (ionizing radiation) untuk pengendalian OPT, pengawetan makaan, penghilangan patogen atau sanitasi, tidak diperbolehkan.
Sedangkan untuk mengendalikan hama gudang atau kontainer dapat dilakukan dengan pemisahan fisik atau perlakuan lai seperti penggunaan suara , ultra-sound, pencahayaan, pencahayaan dengan ultra-violet, perangkap, pengendalian suhu, pengendalain udara (dengan karbon dioksida, oksigen, nitrogen), dan dengan menggunakan tanah diatomeae.

a. Pemrosesan dan manufaktur
Metode pemrosesan bahan pangan harus dilakukan secara mekanis, fisik atau biologis (seperti fermentasi dan pengasapan) serta meminimalkan penggunaan ingradient dan aditif non pertanian seperti terdapat pada Lampiran 8, 9 dan 10.

b. Pengemasan
Bahan kemasan sebaiknya dipilih dari bahan yang dapat diuraikanoleh mikroorganisme (bio-degradable materials), bahan hasil daur ulang (recycled materials), atau bahan yang dapat di daur ulang (recyclable materials).

c. Penyimpanan dan pengangjutan
Selama dipenyimpanan dan pengangkutan harus ditangani dengan menggunakan tindakan pencegahan sebagai berikut :
a) Produk organik harus dilindungi setiap saat agar tidak tercampur dengan produk pangan non-organik, dan,
b) Produk organik harus dilindungi setiap saat agar tidak tersentuh bahan-bahan yang tidak diizinkan untuk digunakan dalam sistem produksi pertanian organik dan penanganannya.
Jika hanya sebagian produk yang tersertifikasi, maka produk lainnya harus disimpan dan ditangani secara terpisah dan kedua jenis produk ini harus dapat diidentifikasi secara jelas. Tempat penyimpanan dan kontainer untuk pengangkutan produk pangan organik harus dibersihkan dulu dengan menggunakan metode dan bahan yang diizinkan digunakan untuk sistem produksi pertanian organik. Kemudian bila tempat penyimpanan atau kontainer tersebut tidak hanya digunakan untuk produk pangan organik, maka harus dilakukan tindakan pengamanan agar produk panagn organik tidak terkontiminasi dengan pestisida atau bahan-bahan lain yang tidak tercantum dalam Lampiran 8.

V. PENUTUP

Usahatani hortikultura merupakan usaha komersial yang cukup menjanjikan untuk perbaikan kondisi ekonomi petani, baik sebagai sumber penghasilan pokok maupun penghasilan tambahan. Dengan demikian, pengembangan usahatani hortikultura merupakan salah satu upaya yang cukup efektif untuk menghasilkan berbagai jenis komoditas yang memiliki nilai ekonomi dan daya saing cukup tinggi dan meningkatkan penghasilan petani.
Pengembangan usahatani organik diharapkan dapat menghasilkan produk hortikultura yang mampu bersaing dipasaran, model usaha tani ini selain masukan sarana produksi rendah, juga kualitas hasil panen umumnya minimal dari residu cemaran bahan kimia, sehingga hasil produknya digemari oleh konsumen era pasar global yang menuntut kualitas produk aman untuk dikonsumsi. Oleh karena itu pengembangan usahatani holtikultura non sintetik ke depan mempunyai prospek bagus kalau dikelola dengan pola agribisnis dengan kegiatan konservasi sumberdaya alam melalui pengembangan komoditas dalam skala ekonomi yang menguntungkan dan menerapkan prinsip-prinsip pertanian berkelanjutan (sustainable agricultural development).

DAFTAR PUSTAKA

Anononimous (2001) : Pestisida Untuk Pertanian Dan Kehutanan. Direktorat Pupuk Dan Pestisida, Direktorat Jenderal Bina Sarana Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta.

Anononimous (2002) : Pengembangan Agribisnis Hortikultura Berkelanjutan. Direktorat Pengembangan Usaha Hortikultura. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, Jakarta.

Adam. I. dkk (2001) : Model Pemasyarakatan Pada Tanaman Sayuran. Direktorat Pelindungan Hortikultura, Jakarta.

Ashari, S (1995) : Hortikultura, Aspek Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Hikmat. A. dkk (2002) : Pedoman Sistem Pengelolaan Tanaman Terpadu Menuju Budidaya Tanaman Sehat. Direktorat Pelindungan Hortikultura, Jakarta.

Kardinan. A (2002) : Pestisida nabati (Ramuan dan Aplikasi). Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.

Kusnaidi (2001) : Pengendalian Hama Tanpa Pestisida. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.

Nadra. I, dkk (2002) : Model Budidaya Tanaman Sehat (budidaya tanaman sayuran secara sehat melalui penerapan PHT). Direktorat Pelindungan Hortikultura, Jakarta.

Novizan (2002) : Petunjuk Pemakaian Pestisida. Penerbit Agro Media Pustaka, Jakarta.

Pracaya (2003) : Bertanam Sayuran Organik di Kebun, Pot, dan Polibag. Penebar swadaya, Jakarta.

Sutanto (2002) : Penerapan Pertanian Organik (Pemasyarakatan dan Pengembangannya). Penerbit Kanisius, Jakarta.

Sutanto (2002) : Pertanian Organik (Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan). Penerbit Kanisius, Jakarta.

Lampiran 1. Cara Menyiapkan Pupuk Organik dari Sumber Berbeda
Lampiran 2. Beberapa Varietas/Klone Sayuran Tahan OPT
Lampiran 3. Penggunaan agens Hayati Trichoderma spp. dan Gliocladium sp.
Lampiran . 4. Perbanyakan dan Penggunaan Agens Hayati Se-NPV Pada bawang merah.
Lampiran 5. Perbanyakan dan Penggunaan Pestisida Nabati
Lampiran 6. Teknik Operasional Pemasangan Perangkap Likat
Lampiran 7. Bahan yang diizinkan digunakan untuk penyubur tanah
Lampiran 8. Bahan yang diizinkan digunakan untuk pengendalian OPT
Lampiran 9. Bahan aditif makanan dan penggunaannya yang diizinkan
Lampiran 10. Bahan yang diizinkan digunakan untuk penyiapan produk pertanian

Tidak ada komentar: